Pada permulaan abad ke-20 tepatnya tahun 1916 pemerintah Belanda
membuka kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk memperoleh pendidikan
kelautan, tetapi kesempatan itu masih terbatas. Meskipun kesempatan
untuk memperoleh pendidikan sudah terbuka, namun untuk menduduki jabatan
penting di bidang pemerintahan khususnya bidang kelautan masih tertutup
bagi bangsa Indonesia. Sampai berakhirnya penjajahan Belanda di
Indonesia yang memperoleh pendidikan kelautan masih sangat sedikit
jumlahnya.
Begitu juga kesempatan menempati kedudukan yang baik di bidang perhubungan laut seperti di Koninklijke Paketvaart Maatschappij
(KPM) dan di Governement Marine (GS) boleh dikatakan tidak ada.
Kebanyakan dari mereka yang telah memperoleh pendidikan hanya berpangkat
bintara. Mereka ditugaskan sebagai crew di kapal-kapal perang atau di
kapal Maskapai Pelayaran Belanda dan sebagai pegawai rendahan di
kantor-kantor pemerintahan Belanda.
Pada sekitar tahun 1930 jumlah pelaut Indonesia sudah cukup banyak,
diantaranya 4.800 orang di KPM dan 2.400 orang di Koninklijke Marine
(KM). Mereka inilah yang nantinya merintis usaha pembangunan di bidang
kelautan.
Sejalan dengan perkembangan pergerakan nasional Indonesia, pemuda
pelaut yang bekerja di kapal-kapal Belanda berusaha membentuk berbagai
organisasi kelautan antara lain, Inlandsche Marine Bond (IMB) dan
Christtelijke Inlandsche Marine Bond (Ch IMB). Melalui organisasi ini
para pelaut Indonesia berhasil membangkitkan kesadaran nasional serta
mempertebal semangat kelautan.
Seperti telah dikemukakan, bahwa pada masa penjajahan Belanda pemuda
Indonesia telah mendapat kesempatan mengikuti pendidikan kelautan yang
masih terbatas. Pembatasan ini disebabkan Belanda khawatir apabila para
pemuda yang mendapat pendidikan itu menjadi besar potensi militernya,
sehingga dapat membahayakan kekuasaannya di Indonesia. Kesempatan
pendidikan yang terbatas inilah yang dimanfaatkan oleh D. Ginagan putra kelahiran Sibolga, Sumatera Utara 23 April 1918 untuk belajar di negeri Belanda atas biaya sendiri.
Pada tahun 1937 D.Ginagan pergi ke Belanda untuk memperdalam
pendidikan kepelautan, ia masuk Gemeentelijke Zeevaartschool di Den
Helder mengambil jurusan pelaut selama 3 tahun. Setelah lulus kemudian
memperdalam pengetahuannya pada jurusan mesin di Groningen selama 2
tahun. Setelah selesai pendidikan ini, D.Ginagan tinggal di negeri
Belanda sampai 1946. Selama tinggal di negeri Belanda, D. Ginagan
bekerja pada perusahaan perkapalan Belanda sebagai Stuurman, Pada
tanggal 10 Mei 1940 sebelum Jerman menyerang Belanda, D.Ginagan
merencanakan untuk berangkat ke Amerika Serikat dengan kapal Belanda.
Namun karena Jerman menyerang Belanda rencana tersebut dibatalkan.
Selama tinggal di negeri Belanda D. Ginagan ikut aktif berjuang untuk
kepentingan bangsa Indonesia baik sebelum diproklamirkan kemerdekaan
Indonesia manpun sesudahnya. Karena aktifitasnya dalam membela
kepentingan Indonesia, pada tahun 1946, D. Ginagan diusir dari negeri
Belanda, kemudian ia kembali ke Indonesia pada bulan Desember 1946.
Melihat situasi perjuangan yang banyak memerlukan tenaga-tenaga
terampil untuk membantu meningkatkan kemampuan tentara kita, setelah
sampai di tanah air, D. Ginagan melaporkan ke Kementerian Pertahanan dan
sesuai keahliannya ditempatkan di Kementerian Pertahanan bagian
Angkatan Laut dengan status sebagai pegawai sipil. Selama menjadi
pegawai sipil inilah timbul ide/gagasan untuk membuat kapal selam.
Proyek Kapal Selam Indonesia
Selama ini banyak yang mengira bahwa perkembangan kapal selam di TNI AL dimulai sejak tahun 1958, yaitu dengan adanya proyek pengambilan kapal di Polandia dalam rangka Trikora, di bawah pimpinan Laksamana O.B. Syaaf. Sebenarnya pemikiran atau gagasan untuk membuat kapal selam sendiri di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1946.
Banyak orang di kalangan TNI AL sendiri yang tidak tahu, siapa
sebenarnya tokoh yang mempunyai gagasan untuk membuat kapal selam di
Indonesia. Tokoh tersebut adalah warga TNI AL sendiri yang pada waktu
itu masih berstatus pegawai sipil pada Kementerian Pertahanan Bagian
Angkatan Laut yaitu, D. Ginagan. Inspirasi ide tersebut timbul setelah
melihat pameran kapal selam yang dikendalikan oleh satu orang
(Eenpersoons D/tikboof) di Groningen, Belanda pada tahun 1946. Kapal ini
adalah kapal yang dipakai oleh Jerman pada waktu Perang Dunia II, dan
pada waktu sedang dikembangkan oleh Jerman.
Untuk melaksanakan ide tersebut, D. Ginagan segera mengajukan
permohonan kepada Kementerian Pertahanan, rupanya gagasan itu disetujui.
Segera setelah ijin disetujui, ia menghubungi Penataran Angkatan Laut
(PAL) sekarang PT PAL dan pabrik besi/Perbi di Yogyakarta. Dalam
melaksanakan ide tersebut, D. Ginagan banyak dibantu oleh M. Susilo
pegawai Perencana Perkapalan terutama dalam pembuatan gambar (design).
Pembuatan kapal selam ini dimulai sekitar bulan Juli 1947 di Perbi
Yogyakarta dengan anggaran ± 35.000 (ORI).
Data kapal selam yang tidak berperiskop ini adalah sebagai berikut:
panjang 7 m, lebar 1 m dan DWT 5 ton. Kapal selam tersebut dilengkapi
dengan sebuah torpedo kapal terbang yang banyak terdapat di lapangan
terbang Maguwo Yogyakarta, peninggalan Jepang dengan panjang 5 meter.
Alat penggerak kapal tersebut sebuah mesin mobil Fiat berkekuatan 4 PK,
sedangkan sebagian badan kapal digunakan untuk tangki bensin.
Kapal selam ini adalah kapal selam mini yang dikemudikan oleh satu
orang dan mampu meluncurkan torpedo dengan jarak tembak lebih kurang 1 –
1½ mil yang direncanakan untuk menerobos blokade laut Belanda yang pada
waktu itu telah menutup sebagian besar perairan Indonesia. Setelah
kapal tersebut selesai dibuat, lalu diadakan uji coba di Kalibayem,
Yogyakarta yang dihadiri oleh masyarakat Yogyakarta dan pejabat-pejabat
penting pemerintah seperti, Menteri Pertahanan dan Sri Sultan Hamengku
Buwono IX.
Presiden Soekarno sendiri sempat rneninjau kapal selam tersebut
sebelum diadakan uji coba di Kalibayem. Dalam percobaan tersebut yang
berjalan selama 1 jam kapal dikendalikan sendiri oleh D. Ginagan dan
dapat berlayar namun belum bisa menyelam, karena belum ada baterainya.
Keberhasilan uji coba ini membawa dampak yang sangat positif bagi
perjuangan bangsa Indonesia, terutama dalam menumbuhkan rasa cinta
terhadap tanah air dan rela berkorban demi untuk tetap tegaknya
kemerdekaan Indonesia. Reaksi yang timbul dari pemenntah Belanda
terhadap uji coba kapal selam ini sangat meremehkan sekali. Hal tersebut
dapat diketahui dari siaran radio Belanda yang bernada penghinaan.
“Wah, orang Indonesia di Kali membuat kapal selam dari drum”.
Sebetulnya ungkapan dari pihak Belanda terhadap keberhasilan uji coba
ini merupakan bukti kekhawatiran pihak Belanda akan kemampuan bangsa
Indonesia dalam mempersenjatai tentaranya. Bahkan dampaknya perjuangan
melawan Belanda semakin berkobar di seluruh wilayah Indonesia.
Pada waktu agresi Belanda II kapal selam ini masih dalam tarap
perbaikan, kemudian D. Ginagan mendapat tugas mendampingi KSAL ke Aceh.
Ketika kembali dari Aceh dalam rangka persiapan pembentukan Staf
Angkatan Laut RI di Aceh, kapal selam mini tersebut telah ditarik
kembali ke pabrik besi Perbi. Namun karena pada waktu itu situasi
perjuangan semakin mernanas akibat agresi Belanda II dan semuanya sibuk
berjuang menjadikan perbaikan terhadap kapal selam ini terhenti. Sejak
tahun 1948, D. Ginagan masuk Angkatan Laut Republik Indonesia dengan
pangkat Kapten serta pensiun tanggal 31 Agustus 1961 dengan pangkat
Letnan Kolonel.
Lalu bagaimana dengan Belanda alias Holand alias Kompeni?
Hindia Belanda semasa “diasuh” oleh Holand, merupakan termasuk negara koloni yang lamban memodernisasi alat utama sistem senjata yang dimilikinya, banyak peralatan yang digunakan merupakan produk kelas dua dari pabrikan Amerika maupun tinggalan perang dunia pertama. Namun pemerintah Kolonial Hindia-Belanda nampaknya boleh bangga karena mereka memiliki sejumlah kapal selam di masa itu yang sempat dioprasikan semasa pecah perang pasifik.
Menurut catatan sejarah, kapal selam hindia belanda jumlahnya cukup
banyak, diantaranya adalah K-VIII, K-IX, K-X, K-XVIII, K-XVII, K-XV,
K-XIV, K- XIII dan K- XII, istilah “K” sendiri mengacu pada nama
Kolonien. Kapal-kapal selam ini dulunya sebelum diberangkatkan ke Hindia
Belanda sempat berpangkalan di galangan kapal Rotterdam, kemudian sejak
1934 beberapa kapal selam tersebut telah ditempatkan di Nieuwediep
(Belanda).
Kapal selam ini dibuat di galangan kapal Rotterdamse Droogdok
Maatschappij, Rotterdam, serta didesain oleh orang Belanda sendiri JJ
van der Struyff, B.Sc.
Pada tanggal 7 pebruari 1934, kapal-kapal selam ini berangkat menuju
Hindia belanda dengan mengambil rute melalui Lisbon, Cadiz, Palermo,
Port Said, Suez, Aden dan Kolombo. Kemudian pada tangga 12 Apr 1934,
Kapal selam tiba di Padang dan dilayarkan ke pangkalan angkatan laut di
Surabaya.
Kiprah kapal selam ini mulai muncul kepermukaan setelah tanggal 19
Nov 1941, Submarine Divisi III yang terdiri dari K-XIV, K-XV dan K XVI
berangkat dari Surabaya menuju Tarakan. Sejak tanggal 22 November,
kapal-kapal ini sudah meronda disekitar perairan Tarakan.
Kekuatan kapal-kapal selam ini dibagi-bagi lagi, pada 8 Desember 1941
di malam hari, ada Perintah kepada Submarine Divisi III untuk membentuk
garis piket Utara-Barat ‘Stroomenkaap’ dalam rangka untuk menutupi
pintu masuk utara ke Selat Makassar. Dari posisi ini kapal-kapal selam
itu juga bisa digunakan untuk pertahanan Tarakan (Kalimantan).
Mata-mata Jepang rupanya juga mengetahui, posisi pulau Tarakan hanya
dipertahankan segelintir kapal selam yang selalu berpindah-pindah
posisi, selain harus meronda di sekitar Manado, ada juga yang di tarik
Ke Balikpapan, alhasil di hari pendaratan tentara Jepang kapal selam
yang meronda di sekitar perairan Tarakan cuma sebiji belakangan
diketahui kapal selam yang mempertahankan Tarakan adalah K-X yang bukan
dari Divisi III, kapal selam ini dikomandoi oleh Letnan P. G. de Back,
tiba di Tarakan pada 8 januarai 1942 setelah melakukan pelayaran dari
Ambon.
Tugas utama K-X saat itu adalah mengawal kapal penabur ranjau Prins
Van Orange, namun kalah jumlah dan moril dari tentara penyerang, kapal
selam sekutu ini gagal mempertahankan pulau Tarakan.
Walau begitu bukan berarti kiprah kapal selam kolonial di perairan
Tarakan tamat, setidaknya diketahui pada tahun 1943 dan 1944, tak lama
setelah pendaratan Jepang di Tarakan, kapal selam Hindia Belanda ini
sempat melancarkan operasi pendaratan mata-mata dengan kode sandi
“Phiton” dan “Squirel” di sekitar perairan Sesayap dan Sesanip
Dinas penyelaman dan pengangkatan (Pasukan Selambair TNI AL)
Setelah menyerahkan kedaulatan belanda pada tahun 1950 TNI-AL pada waktu itu melanjutkan dinas Penyelaman Belanda dengan nama “Mijn Dyik En Bergingst“ kemudian oleh TNI-AL diberi nama “Dinas Penyelaman dan Pengangkatan“ (DPP). Dpp di bawah Komando Skoadron 10 (sepuluh) ranjau (Konjeran).
Setelah menyerahkan kedaulatan belanda pada tahun 1950 TNI-AL pada waktu itu melanjutkan dinas Penyelaman Belanda dengan nama “Mijn Dyik En Bergingst“ kemudian oleh TNI-AL diberi nama “Dinas Penyelaman dan Pengangkatan“ (DPP). Dpp di bawah Komando Skoadron 10 (sepuluh) ranjau (Konjeran).
- Pada tahun 1952 pendidikan pertama
dengan Instruktur dari misi Tentara Belanda dengan diikuti oleh perwira,
bintara dan tamtama.
- Pada tahun 1959 dikirim beberapa perwira TNI-AL untuk pendidikan di US Diver.
- Pada tahun 1960 dikirim kembali para perwira, bintara dan tamtama mengikuti pendidikan penyelaman di polandia.
- Pada tahun 1962 ( 30 april 1962 ) mulai penggunaan instalasi penyelam ( Diving Center ) atau berdirinya “ Pusat Pendidikan Penyelaman Angkatan Laut “ ( PPAL ).
- Pada tahun 1963 ( 30 september 1963 ) diganti namanya menjadi “Sejusal “ ( Sekolah Juru Selam ) dibawah organisasi KPBA.
- Pada tahun 1965-1966 para perwira, bintara dan tamtama mengikuti kembali pendidikan penyelaman di USR.
- Pada tahun 1966 peresmian Diving Center dan penggantian nama KPBA menjadi “ KOPEBAL “ ( Komando Penyelaman Bawah Air ) dibawah organisasi Menpangal.
- Pada tahun 1971 “ KOPEBAL “ diganti menjadi “ Dislambair “ dibawah armada dan tidak lama kemudian menjadi “ Dislamatarma “ masih dibawah armada.
- Pada tahun 1985 diganti namanya menjadi “ Dislambair “ di bawah lantamal Surabaya.
- Pada tahun 2001 diganti namanya kembali menjadi “ KOPEBAL “ di bawah komando Armada Timur.
- Pada tahun 1959 dikirim beberapa perwira TNI-AL untuk pendidikan di US Diver.
- Pada tahun 1960 dikirim kembali para perwira, bintara dan tamtama mengikuti pendidikan penyelaman di polandia.
- Pada tahun 1962 ( 30 april 1962 ) mulai penggunaan instalasi penyelam ( Diving Center ) atau berdirinya “ Pusat Pendidikan Penyelaman Angkatan Laut “ ( PPAL ).
- Pada tahun 1963 ( 30 september 1963 ) diganti namanya menjadi “Sejusal “ ( Sekolah Juru Selam ) dibawah organisasi KPBA.
- Pada tahun 1965-1966 para perwira, bintara dan tamtama mengikuti kembali pendidikan penyelaman di USR.
- Pada tahun 1966 peresmian Diving Center dan penggantian nama KPBA menjadi “ KOPEBAL “ ( Komando Penyelaman Bawah Air ) dibawah organisasi Menpangal.
- Pada tahun 1971 “ KOPEBAL “ diganti menjadi “ Dislambair “ dibawah armada dan tidak lama kemudian menjadi “ Dislamatarma “ masih dibawah armada.
- Pada tahun 1985 diganti namanya menjadi “ Dislambair “ di bawah lantamal Surabaya.
- Pada tahun 2001 diganti namanya kembali menjadi “ KOPEBAL “ di bawah komando Armada Timur.
Perkembangan dari penyelaman kebanyakan disebabkan karena keperluan
untuk melaksanakan tugas bawah air yang khusus. Dengan majunya
penyelaman itu sendiri dan juga dengan terciptanya alat-alat baru dengan
tehnik-tehnik khusus yang mutakhir semakin banyak tugas-tugas bawah air
yang dapat dilaksanakan.
a. Penyelamatan kapal ( Ship Rescue Salvage ).
1). Penyelamatan unsur apung Armada RI.
2). Pengangkatan kapal tenggelam / kandas.
3). Pembersihan alur laut
2). Pengangkatan kapal tenggelam / kandas.
3). Pembersihan alur laut
b. Pertolongan kapal selam (submarine Rescue).
Membantu para awak kapal selam dalam hal kedaruratan dengan Free Ascent.
c. Pencarian dan penemuan (Search and Recovery).
1). Torpedo latihan.
2). Benda jatuh dilaut.
3). Orang jatuh dilaut.
2). Benda jatuh dilaut.
3). Orang jatuh dilaut.
d. Pemeriksaan dan perbaikan (Inspection And Repair ).
1). Pemeliharaan kapal bawah Waterline ( garis air )
2). Fasilitas pelabuhan.
2). Fasilitas pelabuhan.
e. Bangunan (Contruction).
1). Dermaga.
2). Jembatan.
1). Dermaga.
2). Jembatan.
3). Terowongan.
f. Penyelaman taktis (Terbatas penggunaannya pada penyelam tempur).
Selain tugas-tugas di atas, penyelaman bagi militer dapat
dipergunakan antara lain untuk : pemotongan tali / rantai jangkar kapal
lawan agar hanyut, membor atau melobangi lambung kapal lawan serta
membuat rintangan-rintangan pelabuhan, sebagai usaha untuk dapat
menghancurkan musuh secara meluas, di samping itu juga mendukung
kegiatan operasi kapal perang dan fasilitas labuhnya menjadi tugas
penyelam-penyelam militer. Dengan kemajuan teknologi penyelaman maka
berhasil dibuat berbagai peralatan selam yang sesuai dengan tujuan
operasi militer yang membuat para penyelam-penyelam militer (pasukan)
dapat lebih efisien dan efektif dalam menjalankan operasinya.
0 komentar:
Posting Komentar