Bordeaux ● PT Dahana menggandeng anak perusahaan Artha Graha, Indo Pacific Communication and Defence untuk membuat perusahaan patungan bagi industri propelan dengan dua perusahaan Prancis Roxel dan Eurinco. Perusahaan munisi yang akan dibangun di Subang itu akan menelan investasi US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 20 triliun. Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin meminta agar pembangunan industri propelan di Subang bisa direalisasikan sebelum bulan Oktober.
Saat mengunjungi Industri Propelan Roxel di Bordeaux, Prancis, Jumat (20/6/2014), Sjafrie mengatakan perjanjian kerja sama pertahanan antara Pemerintah Indonesia dan Prancis harus direalisasikan ke dalam kegiatan nyata. Ia mengapresiasi langkah yang ditempuh PT Dahana dan Roxel untuk membuat perusahaan patungan.
"Saya sangat mengharapkan rencana pendirian perusahaan patungan antara Dahana dan Roxel di Subang bisa segera berjalan. Saya akan membantu agar produk industri propelan nanti tidak hanya dipakai oleh TNI, tetapi juga oleh negara-negara ASEAN," kata Sjafrie.
Presiden Direktur Roxel, Jacques Desclaux mengaku kaget atas semangat yang diperlihatkan Wamenhan. Ia akan berusaha dengan PT Dahana untuk bisa segera melaksanakan rencana pembangunan industri propelan di Subang.
Investasi Rp 20 triliun
Direktur Utama PT Dahana F. Harry Sampurno melihat pembangunan industri propelan merupakan sesuatu yang harus dilakukan Indonesia. Masalahnya, sekarang ini hampir semua kebutuhan amunisi bagi TNI dipenuhi dari impor.
"Pengadaan amunisi melalui impor sangatlah riskan. Pertama, pasokan kebutuhannya tergantung kepada pasokan pihak produsen. Kedua, jumlah impor amunisi mudah diketahui negara lain dan itu berkaitan dengan kemampuan pertahanan negara kita," kata Harry.
Atas dasar itu PT Dahana mendukung langkah Kementerian Pertahanan untuk membangun industri propelan di dalam negeri. Kehadiran industri propelan akan memperkuat kemampuan pertahanan Indonesia.
Menurut Harry, PT Dahana sudah menyiapkan lahan bagi pembangunan industri propelan di Subang. Di sanalah diharapkan bisa dibangun industri propelan yang bukan hanya memasok kebutuhan TNI, tetapi juga untuk keperluan ekspor.
Harry merasa bersyukur bisa bekerja sama dengan Roxel dan juga Eurinco. Sebab, Roxel sudah mengembangkan munisi dan industri propelan sejak tahun 1660. Investasi yang diperlukan untuk membangun industri propelan, menurut Harry, diperkirakan mencapai US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 20 triliun. Indonesia akan memiliki 51 persen saham, sementara Roxel dan Eurinco sebanyak 49 persen.
Anggota Komite Kebijakan Industri Pertahanan Muhammad Said Didu mengatakan kerja sama yang dilakukan PT Dahana dan Roxel serta Eurinco sangat baik bagi Indonesia. Dengan model membentuk perusahaan patungan, maka Indonesia akan terlibat langsung dalam proses produksi, sehingga alih teknologi bisa terjadi.
"Pihak Roxel akan menyerahkan seluruh kepemilikan saham kepada Indonesia apabila putra-putra Indonesia bisa mengerjakannya sendiri. Divestasi itu diperkirakan akan terjadi setelah enam tahun perusahaan berjalan," kata Said Didu.
Untuk memenuhi kebutuhan investasi, PT Dahana menggandeng anak perusahaan Kelompok Artha Graha untuk bergabung. Apabila groundbreaking bisa dilaksanakan bulan Oktober, pembangunan industri propelan diharapkan bisa selesai dalam waktu 40 bulan.
Produk munisi yang dihasilkan akan mampu memenuhi kebutuhan peluru yang diperlukan TNI dan juga peluru kendali. Bahkan peluru kendali yang diproduksi bisa berbentuk peluru kendali dari darat ke darat, dari darat ke udara, dan dari udara ke udara.
★ detik
0 komentar:
Posting Komentar