“Semoga Esemka tidak bernasib sama. Basri Hasan”
Sahabat-sahabatku yth.,
seminggu terakhir ini saya antusias mengikuti
berita heboh mengenai mobil bikinan anak-anak SMK di Solo, yang
dikritik habis oleh sebagian pejabat pemerintah Indonesia. Ini membawa
kenangan saya kembali ke periode 2004 – 2007 ketika kami berusaha dan
hampir berhasil membangun Industri HOVERCRAFT, tapi berhasil dengan
sukses dimatikan justru oleh pejabat-pejabat yang sesungguhnya sangat
bisa membantu merubah sejarah otomotif Indonesia, tapi memilih untuk
bersikap sebaliknya.
Pejabat Indonesia yang visioner dan mengambil
tindakan sangat berani saat itu ialah KASAL Laksamana Slamet
Soebijanto. Begitu diangkat jadi KASAL, beliau mengumumkan pembelian 4
(empat) buah HOVERCRAFT “buatan putera-putera Bangsa Indonesia”, yaitu
kami, yang baru k.l. tiga minggu sebelumnya memberikan presentasi
mengenai HOVERCRAFT yang akan kami bangun di depan Wagub Lemhanas
beserta jajarannya. Saat itu, kami malah sama sekali tidak tahu kalau
Wagub Lemhanas yang menerima presentasi kami ini akan menjadi KASAL! Dan
meskipun penerimaan beliau dan timnya amat-sangat simpatik dan penuh
respek, tidak terlihat tanda-tanda bahwa beliau akan menuliskan sejarah
di Republik Indonesia ini.
Tentu saja ini menimbulkan kegemparan di
mana-mana, mulai dari pejabat-pejabat TNI AL sendiri, maupun (atau
terutama???) dari para rekanan TNI AL sendiri, yang seperti biasa di
dunia bisnis, menganggap pendatang baru sebagai saingan yang akan
mengambil sebagian besar porsi lahan mereka! Resistensi berat pertama
yang kami dapat ialah dari dalam TNI AL sendiri.
Pesanan 4 (empat) unit HOVERCRAFT
yang disepakati, ketika jadi SK ternyata berubah menjadi 5 (LIMA) unit
DENGAN HARGA YANG SAMA! Upppsss…….., pesanan 4 unit
seharga Rp 15 milyar, berubah menjadi 5 unit, harga langsung terjun
bebas di”discount paksa” 20 % dengan tambahan beban kewajiban membangun
satu unit lagi dalam jangka waktu yang sama pula!
Keputusan dibuat bulan Maret, HOVERCRAFT yang
kami bangun harus bisa diikutkan dalam Latihan Besar Armada Jaya pada
pertengahan bulan Desember 2005!!! Pilihannya adalah mundur dan menyerah sebelum bertempur. Atau
maju terus demi mewujudkan impian dan idealisme! (Dari sejak awal
memang cita-cita kami adalah membangun Industri HOVERCRAFT, MEMBUKTIKAN
bahwa putera-putera Indonesia itu BISA bertindak lebih dari sekedar
makelar/perantara/broker atau sekedar “tukang jahit”! Fokusnya adalah
kebanggaan bangsa, bukan cari proyek untuk mendapatkan uang!) Sekali
layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai, maka kami memilih untuk
maju terus.
Demikianlah meskipun dengan tersandung-sandung, jatuh-bangun
berdarah-darah, kami berhasil mendeliver ke lima unit HOVERCRAFT buatan
anak bangsa tersebut, yang tahun itu juga langsung diikutkan (dan
menjadi penyelamat sekaligus primadona selain sebagai kendaraan pendarat
pasukan marinir, juga sebagai alat angkut VIP, yaitu para Perwira
Tinggi TNI AL dll.) dalam Latihan besar TNI AL Armada Jaya ke 25 di P.
Sekerat Kaltim pada tanggal 14 Desember 2005.
Hambatan lain ialah adanya rumors dan isue-isue negatif yang jelas
dilemparkan oleh para rekanan seperti yang telah saya tulis di atas,
dan……..para produsen HOVERCRAFT dunia yang tiba-tiba saja
berbondong-bondong membombardir Indonesia dengan segala tawaran
pembelian HOVERCRAFT dan pengkerdilan kemampuan bangsa Indonesia untuk
memproduksi barang canggih.
Persis seperti reaksi Gubernur Jateng Bibit Waluyo, Bupati Wonogiri
Danar Rahmanto dan Wkil Ketua DPR Anis Matta menyikapi mobil Kiat ESEMKA
buatan anak-anak Solo itu! Satu e-mail dari perwakilan produsen
HOVERCRAFT di Inggris menulis bahwa menurut pengalaman mereka membangun
HOVERCRAFT di India, kemampuan satu orang insinyur Inggris itu sebanding
dengan sepuluh orang Insinyur India. Indonesia ya pasti lebih buruk
lagi dari itu, maksudnya! He he he……
Yang lebih hebat ketika pada 15 Januari 2007 saya bertemu dan
diperkenalkan dengan Kabalitbang Dephan Prof. Dr. Lilik Hendrajaya pada
pelantikan salah seorang mutual friend yang jadi Staff Ahli Menhan.
Begitu mengetahui bahwa saya adalah pensupply ke lima unit HOVERCRAFT ke
TNI AL, Prof. Lilik langsung memberondong saya dengan tuduhan betapa
salahnya kami karena memproduksi HOVERCRAFT tanpa didahului penelitian.
(Entah menyimpulkan dari mana ya, beliau ini? Membangun HOVERCRAFT tanpa
didahului penelitian???)
Dalam acara yang sedemikian resminya, tanpa menghiraukan sopan-santun
(kami kan baru saling diperkenalkan?!) beliau langsung menguliahi saya
mengenai tata-aturan berproduksi: Badan Penelitian (maksudnya
Balitbangnya beliau) yang meneliti, hasilnya baru boleh kami produksi!
“Kapan anda pernah menelitinya, Pak?”
Jawabnya adalah “…Pokoknya…..” He he he….., Indonesia buaanget duehhh……!
Tapi didalam rentetan berondongan tuduhan itu, beliau malah mengajak
kerja-sama, menjanjikan akan menyediakan dana Rp. 300 juta buat
kerja-sama tersebut. Beberapa hari kemudian beliau menelpon saya,
diikuti beberapa kali pertemuan dan akhirnya tim kami dan tim beliau
bertemu di kantor beliau. (Saya datang dengan Mas Indra S. Said yang
saat itu sedang membantu kami cari pemodal untuk bangkit kembali dan
satu sobat lain dari HOVERINDO.)
Pada rapat itu dengan pedenya beliau menyatakan bahwa HOVERINDO akan
diikutkan dalam penelitan mengenai HOVERCRAFT yang akan dikerjakan oleh
Balitbang Dephan. Lho….., kami (HOVERINDO) yang sudah mendeliver
HOVERCRAFT ke TNI AL, kok malah mau diikutkan pada timnya Balitbang
Dephan yang baru mau akan mulai mengadakan penelitian??? Logikanya kok
bisa terbalik-balik begini, sih….?!
“Kerja-sama” model begini ini mah tentu saja langsung kami tolak mentah-mentah.
Jawaban teka-tekinya muncul beberapa hari kemudian, ketika beliau
menelpon saya kembali setelah penolakan kerja-sama dari pihak kami pada
pertemuan di ruang rapatnya itu. He he he….., proyek kerja-sama itu
ternyata “…memang ujung-ujungnya duit….” (ini suweerrr adalah kata-kata
beliau sendiri) karena dari Rp. 300 juta yang beliau janjikan itu 40%
peruntukannya adalah untuk honor para ahli di pihak beliau!
Wuitttsss…….!
Kalau saya juga minta 40 % buat tim ahli saya di HOVERINDO supaya
adli, maka biaya penelitiannya jadi tinggal 20 % atuhhh….! Rp. 60 juta
untuk penelitian dari total Rp. 300 juta yang dikeluarkan negara!!!”
Penelitian”nya akan jadi seperti apa ya, hasilnya? Jadi beliau butuh
perusahaan kami itu rupanya sebagai legitimasi “proyek” institusinya.
Penelitiannya mah nggak penting-penting amat, karena memang bukan itu
tujuannya! Yang penting uang negara bisa keluar dan ada
“pertanggung-jawabannya”! (Disclaimer: Ini tebakan saya, karena tidak
menemukan alasan lain lagi yang masuk akal!)
Paling top ketika ketemu pejabat penting berikutnya yang adalah tidak
kurang dari Menristek Kusmayanto Kadiman himself, yang berhasil saya
minta menyediakan waktu untuk menerima saya berkat jasa bantuan Mas
Apam. (Saat menghadap Menristek ini saya didampingi juga oleh Mas Satyo
Fatwan.)
Belum satu menit beliau melihat video demo ke lima HOVERCRAFT yang telah kami deliver ke TNI AL, beliau langsung menukas:
“Ya ya ya…., saya sudah tahu mengenai HOVERCRAFT ini!” dan mulailah
k.l. 45 menit kuliah umum mengenai nasib HOVERCRAFT kami ini. (Panjang
video demo itu k.l 8 menit, yang sudah diabaikan beliau sejak
awal. Tidak ingin tahu, tidak penasaran!)
“Waktu itu dalam suatu acara KASAL memang bilang sama saya, bahwa
TNI AL sedang membeli HOVERCRAFT buatan dalam negeri. Beliau minta saya
melihat pembangunannya dan minta bagaimana pendapat Kemenristek.”
“Jadi saya kirim orang-orang saya untuk menyelidiki ke sana.
Ternyata produksinya payah sekali! Masih berupa industri rumahan dan
sama sekali tidak memenuhi syarat untuk bisa menghasilkan sebuah produk
yang handal!”
“Maka saya bilang sama KASAL, itu bahaya sekali! Kalau you beli satu mungkin tidak apa-apa. Tapi kalau beli banyak, you nanti akan dapat masalah!”
Masya Allah!
Di depan hidungnya itu video demo dari LIMA, BUKAN SATU HOVERCRAFT,
masih belum selesai! Demonya adalah bagaimana kemampuan HOVERCRAFT kami
ini bekerja dan bermanoeuver seperti layaknya kendaraan yang sedang
mendemonstrasikan kehandalannya!!!
“Lho, saya kok tidak pernah tahu kalau Kemenristek pernah datang ke pabrik kami, Pak?”
“Ya, you tentu tidak tahu, karena memang kami nggak bilang-bilang, kok!”
Wuitttsssss……????!
“Boleh saya minta hasil laporan orang-orang yang Bapak kirim ke pabrik kami?”
“Nggak, kita nggak bikin laporan seperti itu!”
Masya Allah lagi!
Seorang Menteri Riset dan Teknologi bilang ke KASAL TNI AL bahwa produk
kami yang sedang dibeli TNI AL itu “payah” dan “bisa berbahaya”, tapi
tidak punya dokumentasi data pendukung statement beliau??? Padahal dalam
“kuliah”nya saat itu beliau ini berulang-ulang menekankan bahwa dirinya
adalah seorang birokrat! Beliau bahkan tidak menyadari kadar keampuhan
statement seorang Menteri RISET dan TEKNOLOGI terhadap seorang KASAL.
Dan akibat ikutannya terhadap perusahaan kami, yang berdiri tanpa
SESENPUN memakai uang negara! Ibarat anak balita yang diberi mainan AK
47, tidak tahu berbahayanya “mainan’ yang sedang dipegang-pegangnya ini!
Begitu pula rupanya Pak Menteri tidak menyadari saciduh metu, saucap
nyatanya, idu geninya fatwa seorang menteri!
“Kalau begitu, mengapa Bapak tidak segera memberi tahu kami akan
kelemahan-kelemahan produk kami, sehingga kami bisa segera
memperbaikinya?”
“You bayar berapa sama saya??!!!”
Wuittttssss……,
saya hampir-hampir tidak bisa mempercayai seorang Menteri dengan
latar belakang pendidikan yang sedemikian tinggi bisa bicara seperti
ini! Betul-betul tidak masuk akal!!! Sungguh berkah saat itu saya
didampingi oleh Mas Apam dan Mas Satyo.
Ketika menulis ini saya berdoa-doa bahwa sobat-sobat ini masih ingat
kata per kata yang saya tulis kembali di atas ini. Buat saya yang jadi
sasaran tembak Pak Menteri mah, kejadian itu akan terbawa sampai mati,
atuh! Boro-boro lupa atau ‘fade out’, memori ini rasanya seperti baru
terjadi kemarin pagi, kok! Setelah menyelidikinya ke belakang, akhirnya
saya tahu juga kapan Pak Menteri ini “mengirim
orang-orangnya”. Orang-orang ini memang betul pernah datang berkunjung
sebagai bekas teman kuliah Direktur Produksi kami. Saya kebetulan memang
sedang ada di pabrik, dan diperkenalkan Dirprod bahwa itu adalah
teman-teman kulliahnya di ITB dulu.
Mereka saat itu bekerja BPPT, mau kangen-kangenan dengan bekas teman
kuliah yang sekarang jadi Direktur Produksi pabrik HOVERCRAFT! Ha ha ha
haaa……., problem is: Saat itu belum ada SATU PUN HOVERCRAFT kami yang
sudah jadi! Kami bahkan masih baru pada tahap-tahap awal produksi! Entah
apa dasarnya sampai bisa-bisanya mereka melapor kepada bossnya betapa
berbahayanya HOVERCRAFT kami itu! Yang menyedihkan bagi saya,
“orang-orang Menristek” ini rupanya belum pernah datang dan MASUK ke
pabrik pesawat seperti FOKKER yang pesawatnya dulu banyak berterbangan
di angkasa Indonesia! Kelihatannya “orang-orang Menristek” ini hanya
tahu pabrik-pabrik asembling mobil yang biasanya memang serba robot dan
mesin-mesin otomatis! Di pabrik-pabrik pesawat mah, apalagi yang
canggih-canggih seperti pesawat Concorde dan pesawat ulang-alik atau
yang paling modern sekarang ini, raksasa Airbus A 380, pengerjaannya ya
“seperti industri rumah-tangga”!
Serba manual TIDAK robotik! Ya seperti di parik HOVERCRAFT kami itu lah! Kembali ke laptop.
Anak-anak SMK Solo ini beruntung mereka membuat produksinya di jaman
Dahlan Iskan sudah naik panggung, dan beberapa orang lainnya. Semua
pasti sudah tahu bahwa orang ini sama-sama tidak pernah mengambil
gajinya sebagai pejabat negara. Ini saja sudah membedakan antara
kualitas pemimpin dan pejabat negara bibit unggul, dengan para pejabat
negara lain yang berkualitas biasa-biasa saja. Apalagi kalau
dibandingkan dengan mereka yang semakin tidak malu-malu lagi
mempertontonkan sepak terjangnya yang sarat dengan kepentingan pribadi!
Saya menulis pengalaman di atas bukan untuk curcol. Bukan pula untuk
“merusak nama baik” orang-orang yang saya tulis namanya itu.
(Kalau nama baiknya rusak ya itu akibat perbuatannya sendiri, atuh.
Wong semua itu kejadian nyata, kok!) Melainkan sebagai retropeksi,
sekaligus bukti akan harapan seperti yang selalu diucapkan oleh Mas
Hiram: Masa depan Indonesia yang gilang-gemilang. Pada tahun 2005 lalu,
lebih banyak pejabat yang berusaha mematikan HOVERCRAFT kami dengan
banyak alasan (yang buntut-buntutnya duit, karena tidak sedikit yang
lalu berselera tinggi buat mengimport HOVERCRAFT dari luar-negeri.
Silakan ditebak sendiri mengapa!) dari yang kedengarannya ilmiah, sampai
yang terang-terangan berusaha menyabot supaya produksi kami ini tidak
jadi terwujud! Tahun 2011 ini, lebih banyak bunyi positif yang kita
dengar dari para pejabat spesies baru.
Semoga para pejabat yang berwenang untuk men”sertifikasi” di Jakarta
seluruhnya sadar, bahwa kalau belum-belum produksi anak-anak ini harus
memenuhi standar setinggi kelas Mercedez Benz atau BMW, maka jelas
potensi putera Bangsa Indonesia tidak akan pernah bisa bangkit.
Meski kasusnya sudah terjadi sejak lama tapi perlu diambil sebagai contoh. Semoga kejadian ini tidak terjadi lagi di era kemandirian sekarang ini…
0 komentar:
Posting Komentar