Bulan
Juni adalah bulan dimulainya pembicaraan mengenai bantuan Jepang kepada
masyarakat internasional melalui Overseas Development Assistance (ODA).
Beberapa
pihak mulai membicarakan pula hal ini agar dalam ODA mendatang
pemerintah Jepang menjauhkan anggaran ODA dari hal bantuan militer.
Salah
satu contoh yang menjadi perhatian masyarakat Jepang adalah, adanya
bantuan militer untuk Indonesia berupa tiga kapal militer.
Bantuan
tiga kapal militer Jepang itu, memang sudah diputuskan oleh pemerintah
Jepang sejak 13 Juni 2006 saat pemerintahan PM Junichiro Koizumi.
Salah
satu yang sangat hati-hati terhadap pengawasan penggunaan ODA seperti
Kazuko Ito dari NGO Human Right Now yang bicara kepada pers 13 Mei 2014.
"Apapun bentuk bantuan militer Jepang
kepada negara luar, risiko sangat besar sekali, meskipun itu dilakukan
untuk kepentingan perdamaian atau maksud lain," ungkapnya.
"ODA
itu adalah pajak masyarakat Jepang. Jadi sudah selayaknya masyarakat
Jepang ikut mengontrol pula penggunaan anggaran ODA pemerintah Jepang
ini agar tidak keluar dari jalur perdamaian dan kebaikan bersama umat
manusia," tambahnya.
Upaya
mengingatkan pemerintah Jepang juga dituliskan oleh majalah Shukan
Kinyobi edisi 3 Juni 2014 yang menuliskan contoh pemberian bantuan kapal
militer Jepang kepada Indonesia.
Ada kemungkinan bahwa uang pajak Jepang digunakan dalam pelanggaran hak asasi manusia.
"Ketika melebihi batas non-militer, walau sekali saja, diplomasi itu sendiri dari Jepang haruslah diubah," tutur Kazuko Ito.
Kapal militer Jepang
yang disumbangkan kepada Indonesia, memiliki persyaratan tidak boleh
dijual atau diberikan kepada negara lain, tanpa persetujuan tertulis
kepada pemerintah Jepang.
Tujuannya kapal itu dihibahkanadalah, untuk menjaga pantai dan semenanjung Selat Malaka dari ancaman bajak laut.
0 komentar:
Posting Komentar