Minggu, 22 Juni 2014

[World News] Crisis in Irak, Could be USA Involved Again in The Middle East Crisis Again?

Siapa Yang Membiayai ISIS? ISIS ISIL Shakir Waheib Terror IrakSetelah merebut kota Mosul di utara Irak, ISIS didaulat sebagai kelompok teroris paling kaya di dunia dengan dana jihad diperkirakan sekitar 2 miliar US Dollar. Dari mana uang tersebut berasal?

Sekitar 500 miliar Dinar atau setara dengan 5 Triliyun Rupiah lenyap dari Bank Sentral Irak cabang Mosul ketika gerilyawan ISIS merebut kota di utara tersebut. Pengamat meyakini, kelompok Islam militan itu kini mengantongi dana jihad sebesar dua miliar US Dollar. Dari mana uang sebesar itu berasal, hingga kini belum jelas.

Pemerintah Irak menuding Arab Saudi mendukung perang yang dilancarkan ISIS. "Kami menanggap Arab Saudi bertanggungjawab," atas dukungan finansial dan moral yang didapat ISIS, kata Perdana Menteri Nuri al-Maliki, Selasa (17/6).

Amerika Serikat yang juga sekutu dekat Riyadh menepis tudingan sang perdana menteri. Ucapannya itu "tidak tepat dan menghina," kata Jen Psaki, Jurubicara Kementrian Luar Negeri AS di Washington.

 Duit dari Teluk? 

"Tidak ada bukti kuat yang melandaskan keterlibatan pemerintahan sebuah negara dalam pembentukan dan pendanaan ISIS sebagai organisasi," kata Charles Lister, Peneliti di Brookings Doha Centre.

Sebaliknya Günter Meyer yang memimpin Pusat Kajian Arab di Universitas Mainz, Jerman, tidak meragukan adanya kucuran uang dari negeri jiran. "Sumber keuangan terbesar sejauh ini adalah negara-negara di Teluk, terutama Arab Saudi, tapi juga Qatar, Kuwait dan Uni Emirat Arab," kata Meyer.

Kepentingan negara-negara teluk bermazhab Sunni pada keberadaan ISIS sejatinya untuk meruntuhkan kekuasaan Presiden Basyar Assad di Suriah, lanjut Meyer. Sepertiga penduduk Suriah termasuk golongan Sunni. Sementara negeri di tepi Golan itu dipimpin oleh minoritas Syiah Alawiyah.

 Peran Arab Saudi 

Saat ini pemerintah Arab Saudi pun menyadari bahaya yang ia tuai. "Penduduk Arab Saudi mewakili kelompok terbesar di antara gerilyawan ISIS. Jika mereka pulang, akan muncul ancaman bahwa mereka lantas merongrong pemerintah di Riyadh," kata Meyer.

Menurutnya aman untuk berasumsi bahwa kucuran dana dari Arab Saudi akan terus berlanjut, "bukan dari pemerintah, tapi dari penduduk yang kaya."

Sumber dana kedua buat ISIS adalah ladang minyak di utara Suriah. "ISIS memahami untuk segera menguasai sumber rejeki ini. Mereka membawa minyak mentah ke perbatasan Turki untuk kemudian dijual," ujar Meyer.

 Senjata Berkualitas dari Pasar Internasional 

Serupa dengan pendapat Charles Listeri dari Brookings Doha Center. Menurutnya ISIS mampu membiayai sendiri operasi militernya. "ISIS berupaya membangun jaringan di antara penduduk untuk mengamankan kucuran dana sumbangan." Sebagai contoh ia menyebut pemerasan sistematis di Mosul.

"Yang dijadikan sasaran adalah pengusaha kecil atau juga perusahaan besar, dan jika isunya benar bahkan pemerintah setempat," kata Lister. "Selain itu diduga organisasi ini mengambil uang pajak di kawasan yang dikuasainya, misalnya di Raqqa, timur laut Suriah.

ISIS, menurut Meyer, akan menggunakan uang tersebut untuk membeli persenjataan. Ketika merebut kota Mosul, kelompok teror itu juga menyita senjata dan kendaraan lapis baja buatan Amerika Serikat. "Dengan uang yang ada, mereka akan mudah membeli senjata berkualitas di pasar internasional."
Jihadis Indonesia Bergabung di ISIL ENG Map ISIS in Iraq and SyriaBergabungnya para jihadis Indonesia ke Suriah dan Irak, memicu kekhawatiran mereka akan menghidupkan kembali jaringan militan yang canggih ketika pulang dan melemahkan upaya bertahun-tahun memerangi terorisme.

Dukungan terhadap kelompok seperti Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL), kelompok radikal Sunni yang merajalela di utara Irak, kini berkembang diantara para ekstrimis Indonesia dengan puluhan orang diyakini telah bergabung dengan kelompok militan tersebut.

Para analis menyebut fenomena ini merupakan ancaman serius bagi Indonesia ketika mereka pulang dengan membawa keahlian teror dan koneksi militan.

Inggris dan Australia telah menyampaikan keprihatinan mereka bahwa Suriah dan Irak adalah tempat berkembang biak kelompok fanatik pro kekerasan yang pergi ke sana dari Barat untuk ikut berperang dan menimbulkan ancaman bagi keamanan nasional ketika mereka pulang.

Indonesia yang selama ini cukup sukses memerangi terorisme, kini ikut terancam.

“Tak ada banyak kejadian lagi di Indonesia yang bisa dipakai para militan untuk berjihad,” kata Taufik Andrie, ahli terorisme dari Institut Perdamaian Dunia.

“Hanya ada sejumlah kelompok sempalan yang tak punya sumberdaya atau dukungan, sehingga banyak yang terinspirasi dengan apa yang sedang terjadi di Irak dan Suriah,” kata dia.

“Ketika mereka kembali, mereka akan dipandang sebagai tokoh penting jihadis. Orang-orang muda akan datang kepada mereka untuk berlatih, membentuk kelompok baru, merencanakan serangan, mengajari bagaimana caranya berperang dan membuat bom.“

 Dukungan pada ISIL bertambah 


Kesatuan anti-teror Indonesia mengakui bahwa dukungan bagi ISIL kini berkembang, bisa dilihat dari berbagai aksi demonstrasi, aktivitas di media sosial dan khutbah-khutbah pada pendakwah radikal.

Para militan telah menyeberangi perbatasan Suriah ke utara Irak dan mengambilalih beberapa kota penting dan menekuk pasukan pemerintah Irak.

Indonesia memperkirakan ada 60 warga Indonesia yang bepergian ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan para militan, namun para ahli mengatakan jumlah sebenarnya hampir mendekati 100 orang dan angkanya terus berkembang dengan pesat.

Tak ada aturan hukum yang melarang orang Indonesia bergabung dengan kelompok militan asing dan sejumlah organisasi Islamis secara terbuka menggalang dukungan dana bagi ISIL.

“Pemerintah harus meloloskan aturan yang bisa mengkriminalkan warga yang mendukung dan bepergian ke luar negeri untuk bergabung dengan kelompok teroris,“ kata Rohan Gunaratna, seorang ahli teroris dari Rajaratnam School of International Studies, Singapura.

Ia merujuk kepada negara tetangga Malaysia yang lebih aktif, menangkap puluhan laki-laki April lalu yang mencoba meninggalkan negara itu untuk berperang ke Suriah.

Meski itu gagal, bagaimanapun, untuk mencegah seorang warga Malaysia berusia 26 tahun meninggalkan negara itu ke Irak, di mana ia kemudian melakukan aksi bom bunuh diri yang menewaskan 25 tentara.

Indonesia mengetahui ancaman jika mereka kembali – karena sebagian besar teroris terkenal yang dilatih di Afghanistan pada 1980 dan 1990an kembali ke Indonesia dengan jaringan yang lebih luas, keahlian membuat bom dan akses ke pendanaan.

 Menyalakan semangat jihad 

Perang saudara di Suriah telah menghidupkan kembali minat jihad di kalangan militan Indonesia.

“Beberapa jihadis di Indonesia melihat ISIL sebagai embrio kekhalifahan Islam, yang menjadi tujuan utama mereka,“ kata Solahudin, seorang ahli teroris yang menulis buku “Akar Terorisme di Indonesia“.

Para militan, yang hampir semuanya masih muda, sedang dirayu secara online. YouTube menarik sebuah video yang menggambarkan lima laki-laki yang mengenakan penutup wajah yang mengaku sedang berada di Suriah, dan menyerukan kawan-kawan mereka untuk bergabung berjihad.

Berbagai situs Islamis seperti al-Mustaqbal dan VOA Islam, mempublikasikan berbagai berita pro-ISIL, yang menggambarkan pengambilalihan kota-kota Irak oleh kelompok itu sebagai ”pembebasan” yang dilakukan Sunni dari penguasa Syiah Irak.ab/hp (afp,ap,rtr)
Jihadis Jerman di Irak dan Suriah Makin banyak warga Jerman dan Eropa bergabung dengan kelompok militan ISIS di Suriah dan Irak. Peran militer mereka kecil, tapi para jihadis radikal ini berbahaya jika kembali ke Eropa.

Warga Berlin Denis Cuspert alias Deso Dogg dulunya dikenal sebagai seorang pemusik Hip Hop. Sekarang ia berganti nama menjadi Abu Taha al-Almani dan bergabung dengan kelompok Islam Jihad di Irak dan Suriah, ISIS atau ISIL.

Denis Cuspert hanya satu dari sekian banyak anak muda Jerman yang siap melakukan "perang suci" di Suriah dan Irak. Menurut majalah "Fokus", Cuspert adalah komandan satuan "Brigade Jerman Milatu Ibrahim". Polisi Spanyol baru-baru ini menahan beberapa angggotanya, yang sedang mencoba merekrut jihadis Eropa untuk berangkat ke Suriah.

Menurut penelitian King's College di London, saat ini ada sekitar 3000 warga Eropa dan Amerika yang aktif mendukung ISIS, diantaranya 320 warga Jerman.

"Mereka sebagian besar anak muda, yang atas beberapa alasan tertarik dengan ideologi jihad", kata Falko Walde, pengamat Irak dari Friedrich-Naumann-Stiftung cabang Amman. "Diantara kelompok-kelompok militan yang beroperasi di kawasan itu, ISIS adalah kelompok yang paling agresif. Ini tampaknya yang membuat mereka jadi menarik bagi anak-anak muda yang sedang kehilangan orientasi."

 Direkrut dari kalangan Salafi 
Rapper Denis Cuspert alias Abu Taha al-Almani

Sebagian besar jihadis Jerman direkrut dari kelompok Islam Salafi yang memang giat mempropagandakan apa yang mereka sebut "Islam murni". Pengamat Islam Michael Kiefer dari Universitas Ösnabrück menerangkan, profil jihadis pada umumnya adalah lelaki, usia muda, tidak berpendidikan tinggi dan berasal lingkungan keluarga yang tidak serasi.

"Jika anak-anak muda ini pada usia pubertas punya kesulitan dalam keluarga, lalu bertemu dengan orang yang lebih tua, dan lingkungan yang memberi perhatian lebih pada mereka dan mengatakan apa yang harus mereka lakukan, ini bisa benar-benar mengubah pandangan hidup mereka", kata Kiefer.

"Mereka diberi gambaran jelas tentang siapa musuh mereka. Mereka adalah pihak yang baik, lawannya adalah pihak yang jahat." Pandangan seperti itu mudah ditanamkan, dan dari sana tidak jauh lagi untuk menyulut mereka menggunakan senjata.

"Pada mereka ditanamkan, adalah kewajiban setiap warga muslim untuk membela kebaikan dan memerangi kejahatan. Tidak ada pilihan lain", kata Kiefer.

 "Wisata" terorisme 

Fenomena "berperang jihad" di negara atau daerah lain memang makin berkembang selama 20 tahun terakhir, terutama setelah serangan teror 11 September 2001. Banyak relawan dari Jerman yang dulu berangkat untuk berperang di Cehnya atau Afghanistan melawan militer Rusia. Sekarang, mereka pergi ke Pakistan, Suriah atau Irak.

Kebanyakan jihadis asal Jerman dan Eropa berangkat ke Suriah lewat perbatasan Turki. Karena dengan paspor atau KTP Jerman, mereka bisa dengan mudah masuk ke Turki tanpa visa khusus. Dari kawasan perang Suriah, mereka kembali lagi ke Jerman dan menjadi lebih radikal.

Akhir Mei lalu, seorang warga Perancis yang pernah jadi jihadis di Suriah melakukan penembakan di Musium Yahudi di Brussel. Ia punya beberapa senapan mesin. Tiga orang tewas dalam insiden itu.

"Pelakunya dilatih menembak di kamp ISIS di Suriah", kata Falko Walde. Ini menunjukkan bahwa ancaman perang Suriah dan Irak juga sampai ke Eropa dalam bentuk terorisme.
Tanda-tanda Perang Saudara Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Saud al-Faisal mengatakan situasi keamanan yang memburuk di Irak menunjukkan tanda-tanda ”perang saudara”.

Situasi suram yang kini menghantam Irak membawa tanda-tanda perang saudara yang berimplikasi kepada kawasan yang tidak bisa kita perkirakan,” kata dia dalam pertemuan para pemimpin Muslim dan Arab di Jeddah.

Sejumlah kemenangan yang diraih kelompok militan yang terinspirasi gerakan teroris Al-Qaida, mengejutkan pemerintahan Perdana Menteri Nouri al-Maliki pekan lalu, saat mereka berhasil menduduki kota penting.

 Kepung kilang minyak terbesar 

Sementara itu, kelompok Islamis militan mengepung kilang minyak terbesar Irak, dan mengancam fasilitas kunci pemasok minyak untuk keperluan domestik sebagai bagian serangan kilat mereka di seluruh negeri, demikian pernyataan pejabat tinggi Irak yang tidak bersedia disebutkan namanya.

Dia mengatakan, para militan dari organisasi of ISIL yang terinspirasi Al-Qaida memulai serangan mereka di kilang Beiji, sekitar 250 kilometer sebelah utara ibukota Baghdad, Selasa tengah malam. Serangan berlanjut hingga Rabu pagi, dengan para jihadis menyerang dengan menggunakan mortir. Kebakaran kecil mulai terjadi di pinggiran kilang tersebut, kata dia.

Kilang minyak Beiji memproses sekitar seperempat dari total kapasitas penyulingan minyak di seluruh negeri – yang semuanya ditujukan untuk keperluan konsumsi domestik untuk hal-hal seperti bensin, minyak goreng dan bahan bakar untuk pembangkit listrik. Pada puncak pemberontakan dari 2004 hingga 2007, kilang Beiji berada di bawah kendali kelompok militan Sunni yang menyedot dan menjual minyak mentah dan produk-produk minyak bumi untuk membiayai operasi mereka.

Jika terjadi sesuatu pada Beiji akan mengakibatkan antrian panjang di pompa bensin dan pemadaman listrik, yang artinya akan menambah kekacauan di Irak.

 Sasar tempat suci Syiah 

Jauh di utara kota Tal Afar, pertempuran pecah antara pasukan pemerintah dengan para militan yang menduduki kota itu pada hari Senin lalu, demikian pernyataan juru bicara militer Letnan Jenderal Qassim al-Moussawi.

Para militan Sunni telah bersumpah akan menyerang Baghdad dan kota-kota suci bagi kelompok Syiah yakni Karbala dan Najaf. Situasi saat ini merupakan ancaman terburuk yang dihadapi Irak sejak ditinggalkan tentara Amerika Serikat. Tiga kota itu merupakan lokasi bagi beberapa tempat suci yang paling dihormati para pengikut Syiah. Pasukan ISIL juga mencoba merebut kota Samarra di utara Baghdad, yang juga merupakan situs penting lain bagi pengikut Syiah.
Jihadis Harus Diusir dari Irak Ulama terkenal Syiah, Ayatollah Ali al-Sistani, hari Jumat (20/6) mengatakan bahwa para jihadis Sunni yang kini menguasai wilayah yang semakin meluas di Irak, harus diusir sebelum terlambat.

Jika Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL) tidak “diperangi dan diusir dari Irak, semua orang akan menyesal besok, ketika penyesalan tak lagi berarti,” kata juru bicara Sistani di kota suci kaum Syiah, Karbala.

Juru bicara itu mengatakan warga Irak dari semua wilayah dan komunitas harus bersatu bersama untuk memerangi para militan, yang dipimpin oleh ISIL dan terdiri dari sejumlah kelompok lain, termasuk para loyalis bekas diktator Saddam Hussein.

Dia mengatakan seruan sebelumnya dari Sistani kepada orang Irak untuk bergabung dengan pasukan keamanan ”adalah bagi seluruh warga, tanpa memandang keyakinan,“ sebuah pesan yang jelas ditujukan bagi kelompok lintas-sektarian.

“Tujuannya adalah untuk bersiap menghadapi kelompok takfiri yang disebut ISIL, yang kini di atas angin… dalam apa yang sedang terjadi di banyak provinsi,” tambah dia, menggunakan istilah Arab yang secara umum merujuk kepada kelompok ekstrimis.

 Pasukan Irak mulai pulih 

Pernyataan Sistani membawa beban berat bagi kelompok minoritas Syiah di Irak. Ulama berjanggut itu, dikenal tertutup dan jarang campur tangan dalam urusan politik, namun dipuja oleh jutaan pengikutnya.

Ia adalah tokoh paling senior dari dewan ulama tertinggi Syiah yang dikenal sebagai marjaiya, dan tinggal di kota suci Najaf, sebelah selatan Baghdad. Ia termasuk ulama besar yang menaruh dukungan pada demokrasi. Sebab itu pula Sistani berseberangan dengan model Wilayatul Faqih di Iran.

Sementara para militan ISIL menyerbu hampir seluruh bagian dari sebuah provinsi dan sejumlah wilayah di tiga provinsi lainnya yang dimulai pekan lalu, dan menimbulkan kekhawatiran komunitas internasional.

Pasukan keamanan Irak berhasil dikalahkan para militan dalam serangan selama ini, dan banyak diantara mereka melepaskan seragam dan kemudian melarikan diri.

Mereka kini kelihatannya mulai agak mulai pulih setelah serangan kilat pekan lalu, dan kini mulai merebut kembali sejumlah wilayah, namun kelompok militan mencatat kemenangan di sejumlah tempat lainnya.

 AS siap membantu 

Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Barack Obama berjanji akan mengambil aksi militer “yang tepat” jika dibutuhkan untuk mengimbangi kekuatan kelompok militan Sunni di Irak. AS juga menawarkan hingga 300 penasihat untuk melatih pasukan keamanan Irak dalam menghadapi krisis sektarian di negara tersebut.

Namun Obama menegaskan bahwa Amerika tidak akan kembali tergelincir ke dalam lumpur (perang) – sambil memperingatkan Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki dan Iran yang dianggap ikut mengobarkan sentimen sektarian, bahwa itu akan menimbulkan bencana di kawasan.

0 komentar:

Posting Komentar